Anakku Bangga Nggak ya Sama Aku?


Kalau soal kebanggaan terhadap anak, rasanya tidak sulit kita merasa bangga terhadap anak-anak sejak kecil. Dari anak mulai bisa memanggil papa atau mama, saat ia berhasil berjalan sendiri dan kebanggaan-kebanggaan lain dalam proses perkembangan anak-anak kita.

Tapi kalau pertanyaannya dibalik, kira-kira anak-anakku bangga nggak ya dengan kami menjadi orang tua mereka? Ini bukan masalah orang tua yang kaya, punya jabatan atau kelebihan-kelebihan di masyarakat yang memandang kita sebagai orang tua memiliki nilai lebih. Bukan hanya soal itu. Karena kebanggan anak terhadap orang tua sebenarnya bukan hanya embel-embel yang saya sebutkan tadi.

Saya ingat waktu kecil kita dengan anak-anak lain saling mengunggul-unggulkan orang tua. Kalau mamaku punya ini dan itu. Sementara anak lain menyambar, kalau papaku pernah ke negara ini ke negara itu. Intinya, ketika masa anak-anak, saya sering mengunggul-unggulkan orang tua. Tentu di dalamnya, ada kebanggan memiliki orang tua yang punya nilai lebih.

Tapi ketika bertambahnya usia, anak-anak tentu punya kebanggan terhadap orang tuanya yang cara mengungkapkan bukan seperti anak-anak kecil lagi. Kebanggaan terhadap orang tuanya itu ditunjukkan dengan rasa hormat dan perasaan betah hidup bersama dengan orang tua mereka, atau dengan mengasihinya dan juga menghargai mereka. Dan puji Tuhan kalau mereka masih menghargai kita sebagai orang tua. Kebanggan anak-anak terhadap kita sebagai orang tua memang seharusnya tetap dijaga.

Mungkin ada yang berpikir, kami kan orang tua bukanlah orang tua yang memilki banyak harta sehingga membuat mereka bangga. Atau juga kami tidak punya jabatan apa-apa untuk dibanggakan oleh anak-anak. Eit, jangan salah dulu. Ada anak-anak bisa saja tidak menjadi bangga terhadap orang tuanya yang mungkin secara materi berlebih, karena kita sebagai orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan emosi mereka, atau orang tua menciptakan keluarga yang penuh dengan konflik sehingga anak-anak merasa tidak nyaman di rumah. Walaupun semua meteri tercukupi. Atau juga, mungkinkah anak-anak merasa bangga dengan kita sebagai orang tua yang punya jabatan, tapi ternyata menyalahgunakan jabatan itu sendiri.

Jadi membuat anak-anak bangga terhadap kita sebagai orang tua tidak harus dengan keberadaan materi berlebih dan jabatan mentereng tersebut. Karena kalau kita sebagai orang tua hanya sebagai masyarakat biasa seperti pada umumnya, maka yang harus dilakukan adalah bagaimana kita sebagai orang tua bisa menciptakan kebanggaan pada anak-anak tersebut dengan hal-hal lain.

Misalkan kita menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap anak-anak yang menunjukkan bahwa kita hadir dengan mereka. Selain memenuhi kebutuhan secara materi, seperti makan dan minum serta kebutuhan harian anak-anak (sekali lagi jangan mengukurnya dengan berlimpah, kecuali kita memang diberikan berkat lebih oleh Tuhan), serta menciptakan keluarga yang menjadikan anak-anak betah di rumah, serta memberikan kebutuhan secara psikis yang sehat dengan mereka bisa menjadikan anak-anak akan merasa bangga dengan kita. Menanamkan prinsip-prinsip rohani kepada mereka juga akan menolong anak-anak untuk menjaga mereka tetap tegak secara moral, tentu menjadikan anak-anak kita akan menjadikan mereka bangga dengan kita.

Sebagai penutup dan ini yang paling penting untuk kita ingat sebagai orang tua yaitu kita bisa menjadi contoh antara perkataan dan perbuatan. Karena dengan satunya kata dan perbuatan, anak-anak kita bisa mempercayai kita. Kata penulis Amsal, “Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.”  Amsal 17:6

0 comments