Tempat Ideal Menangkap Rubah


Tangkaplah Rubah-rubah Itu!


Banyak pasangan ketika memasuki sebuah pernikahan menghadapi suatu keadaan di mana mereka mengalami sebuah kekecewaan berat terhadap pasangannya oleh karena ternyata pasangannya itu tidak sesuai dengan apa yang menjadi idaman hatinya ketika mereka berada di dalam masa pacaran atau apa yang disebut dengan dilusi. Delusi yaitu impian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Bila hal tersebut terjadi maka tidak menutup kemungkinan masing-masing pihak akan mengalami putus asa. Dan bila hal tersebut dibiarkan maka keluarga tersebut akan menjadi sebuah neraka di dalam dunia, karena yaitu tadi, konflik yang tidak kunjung usai.

Memang bagaimanapun konflik di dalam kehidupan rumah tangga antara suami dan istri tidak mungkin bisa dihindari. Bahkan di dalam masyarakat kita pun konflik dalam rumah tangga dipandang sebagai hal yang positif dengan menyebutnya ‘bumbu’ di dalam keluarga yang dianggap dapat menyedapkan hubungan suami istri. Bahkan dari segi positifnya, konflik seperti yang dkatakan oleh Robby Chandra, akan menjelaskan banyak hal yang sebelumnya tertutup rapat dan penuh dengan selubung menjadi terbuka sehingga masing-masing pihak bisa saling mengerti persoalan. 

Betapa seringnya kita terlibat dalam konflik karena salah paham oleh karena persoalan yang belum jelas dan ketika konflik terjadi maka persoalan yang sebenarnya seperti terbungkus akhirnya menjadi jelas dan konflik akhirnya mereda karena akhirnya masing-masing pihak saling mengerti. 

Hanya saja untuk mencapai hal tersebut kuncinya terletak pada kemampuan suamu istri untuk membuka komunikasi satu dengan lainnya guna mencari pemecahan masalah. Dengan demikian konflik itu bukan lagi dianggap sebagai monster yang mengancam keutuhan rumah tangga, tetapi sebaliknya konflik justru bisa merangsang suatu hubungan baru yang lebih akrab dan hubungan itu semakin dewasa. Atau kalau dipandang dari sudut Alkitab, dengan konflik suami dan istri akan menyadari bahwa mereka sedang berada dalam proses seperti kata firman Tuhan, “Besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya” (Amsal 27:17).

Memang, seorang pakar konseling Kristen dengan tegas mengatakan bahwa konflik bukan mendatangkan kebaikan bagi keluarga, bahkan sebaliknya. Tentu saja saya tidak meragukan pernyataan tersebut, tetapi hampir dipastikan bahwa di dunai ini tidak ada satupun keluarga yang tidak pernah mengalami konflik. Artinya, bagaimanapun konflik mau tidak mau, suka tidak suka akan hadir di dalam setiap keluarga. Ini yang harus disadari oleh setiap keluarga. 

Kaki kita dan kaki pasangan kita masih menginjak bumi, pengaruh masa lalu, dan berbagai faktor telah mempengaruhi setiap pasangan dan hal tersebut mempengaruhi cara bertindak, berpikir dan mengambil keputusan di dalam keluarga juga menjadi faktor pendukung timbulnya konflik. Jelasnya keberbedaan suami dan istri yang dipengaruhi oleh berbagai faktor tadi benar-benar teleh menjadi pemicu datangnya konflik dalam keluarga

Jadi bagaimanapun kita harus menyadari bahwa yang namanya sebuah keluarga tidak akan lepas dari persoalan dan konflik. Itu berita buruknya. Sedangkan berita baiknya adalah bukan berarti dengan datannya konflik keluarga akan mengalami kiamat, tetapi komunikasi bisa menjadi jalan keluar yang menjanjikan bagi penyelesaian konflik tersebut. Sebab bagaimana mungkin sebuah persoalan yang melahirkan sebuah konflik dapat terpecahkan kalau tidak ada komunikasi antara suami dan istri. 

Ibarat seekor rubah yang memasuki kebun anggur bila dibiarkan lama-kelamaan akan merusak bunga-bunga anggur dan bahkan buah-buah sehingga tidak dapat dipetik hasilnya. Makanya penulis Kidung Agung menulis, ”Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!” 

Demikian juga bila kebun anggur keluarga kita dibiarkan rubah-rubah merajalela menggerogoti buah-buah cinta di dalam keluarga, maka tentu saja itu akan menjadikan keluarga kehilangan kesempatan menikmati indahnya rumah tangga. Rubah-rubah itu kita bisa artikan konflik-konflik yang terjadi di dalam keluarga yang mau tidak mau akan muncul di dalam keluarga.

Karena bagaimanapun bila konflik itu dibiarkan atau sengaja tidak diperdulikan maka konflik tersebut akan melahirkan konflik-konflik baru. Faktor komunikasi di sini memiliki peranan penting di dalam keluarga. Tidak adanya komunikasi akan menjadikan keluarga seperti kehilangan kunci pembuka dari ruangan gelap yang bernama konflik. Dengan kata lain, krisis komunikasi di dalam rumah tangga antara suami dan istri akan menimbulkan banyak persoalan dalam rumah tangga.

Tentu saja komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang dapat membangun bukan komunikasi yang meruntuhkan. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang efektif dalam arti komuikasi tepat guna atau meminjam istilah A. G. Lunandi, komunikasi mengena. Sebuah pernikahan seperti yang dinyatakan firman Allah merupakan lembaga di mana du pribadi yang berbeda menjadi satu (Kejadian 2:23-24). Pernyataan tersebut terasa mudah diucapkan oleh hampir pasangan yang sedang megikrarkan diri di hadapan jemaat dan di hadapan Tuhan ketika acara pemberkatan dilaksanakan. 

Tapi tidak demikian dengan proses menuju kepada kesatuan itu sendiri. Ada banyak krikil-krikil tajam yang bisa membuat masing-masing pasangan terluka. Krikil-krikil tajam itu salah satunya berupa konflik-konflik yang muncul di dalam keluarga. Jangan biarkan rubah-rubah itu berkeliaran di dalam rumah tangga kita dan sedikit-demi sedikit menghancurkan keluarga kita. Nur Wadik

0 comments