Melatih Suami Istri untuk Saling Terbuka




Dalam dunia sastra ada sebuah drama yang cukup menarik berjudul The Proposal. Walaupun drama ini drama komedi situasi, namun dalam cerita drama tersebut terkandung konflik yang menghasilkan keterbukaan oleh karena adanya komunikasi. Dalam drama tersebut diceriterakan, suatu hari ada seorang pria kaya dan tampan datang kepada salah satu tetangganya dengan maksud untuk meminang anak gadisnya yang sangat cantik dan kaya. Karena pemuda dan gadis tetangganya itu sama-sama kaya, dengan tanah yang sangat luas, maka mereka jarang bertemu, apalagi untuk berpacaran, karena rumah mereka jaraknya berjauahan.

Nah, karena mereka jarang bertemu maka tentu si pemuda ini tidak langsung mengkomunikasikan maksud kedatangannya, melainkan ia hanya basa-basi, hilir mudik di antara tanah miliknya dan tanah milik gadis itu. Sehingga sampailah si pemuda itu ke tanah perbatasan antara miliknya dengan milik gadis itu. 

Sang pemuda berjumpa dengan si gadis dan mereka terlibat pembicaraan. Tapi sekali lagi si pria tidak dapat menjelaskan maksud kedatangannya, malah pembicaraan berkisar tentang pengklaiman tanah perbatasan itu sebagai milik.

Dan konflik tidak dapat dihindari. Karena konflik terus berlangsung maka mereka bersepakat untuk memanggil ayah si gadis untuk menyelesaikan pertikaian itu. Tapi rupanya ayah si gadis itu lebih berpihak kepada anaknya. Dan akibatnya sang pemuda diusir oleh si gadis itu. Namun dalam pembicaraan dengan ayah si gadis, rupanya si pemuda itu mengungkapkan maksud yang sebenarnya yaitu hendak meminang gadis tetangganya itu, dan sang ayah memberitahukan kepada anak gadisnya tersebut.

Dan betapa terperanjatnya si gadis mendengar pemberitahuan ayahnya itu, sehingga ia menyuruh ayahnya untuk memanggil si pria itu kembali. Dan konflik itu bisa terselesaikan karena ada keterbukaan yang diungkapkan melalui komunikasi verbal.





Bagi suami-istri yang memiliki pandangan positif tentang konflik, di mana konflik itu bermanfaat bagi pernikahannya, maka tentu mereka akan berusaha untuk mencari solusi yang terbaik dari adanya masalah. Justru tanpa adanya konflik, masing-masing pihak tidak mengetahui apa maksud pasangannya ketika marah-marah, berubah sikap, dll.

Dalam prinsip kristiani keluarga diibaratkan sebagai jemaat yang memiliki kesatuan tubuh dan tak terpecah-pecah (Efesus 5:22, 23), maka dalam berkomunikasi untuk memecahkan konflik yang harus diterapkan adalah, tidak adanya saling mementingkan diri sendiri (Filipi 2:3). Karena kalau konflik hanya berdasarkan kepentingan sendiri maka sikap terbuka itu hanya akan menghasilkan gaya agresivitas yang tinggi. Dan akibatnya keterbukaan tidak akan maksimal, karena hanya membuka diri sebatas kepentingannya sendiri, bukan kepentingan pasangannya juga.

Namun dengan berprinsip mengasihi istri seperti mengasihi diri sendiri, walaupun dalam situasi konflik, maka tiap-tiap pihak akan belajar terbuka, mencari titik persoalan dan mengkomunikasikan masalah yang sebenarnya dengan pasangan. Tentu keterbukaan antara suami dan istri dalam konflik ini merupakan salah satu ‘target’ yang harus dicapai dalam perkawinan. 

0 comments