Perlukah Menghindari Konflik?


Banyak orang menganggap bahwa dalam sebuah hubungan atau dalam kehidupan social, baik dalam hubungan antarpribadi maupun dalam hubungan sebuah kelompok, konflik dipandang hanya bersifat negative dan berakibat buruk. Konflik (conflict) ibarat hantu yang menakutkan bagi sebagian orang. Sehingga tidak heran kalau banyak orang yang berusaha sedapat mungkin untuk menghindari konflik. Bagi masyarakat Jawa, kalau bisa konflik itu tidak usah terjadi seperti dalam bukunya Niels Mulder berjudul “Pribadi dan Masyarakat Jawa” yang mencatat bahwa orang Jawa harus menghindari semua bentuk konflik yang terbuka.

Namun demikian, bagaimanapun konflik itu tidak dapat dihindari dalam kehidupan kita, karena pada kenyataannya kita tidak bisa lepas dari suatu keterjealinan dengan orang lain dalam berbagai bentuk hubungan, dari hubungan yang berjarak jauh seperti hubungan pedagang dan pembeli di pasar atau dalam hubungan yang punya jarak sangat dekat seperti suami dengan istri, orang tua dengan anak dan seterusnya. Nah, dalam hubungan hibungan itulah konflik bisa dipastikan muncul.

Dalam konteks rumah tangga konflik memang tidak bisa dihindari. Walaupun ada orang yang mengatakan bahwa konflik dalam rumah tangga itu bersifat negative, kurang baik, tapi bagaimanapun rasanya mustahil suami istri dalam rumah tangga bisa sterile dari konflik. Artinya, konflik telah menajdi bagian dari adanya sebuah keluarga.

Bisa jadi pertanyaan muncul, tapi kita ini kan orang Kristen, yang memiliki prinsip kasih, yang di dalamnya terkandung beberapa pengertian seperti penjelasan rasul Paulus di dalam I Korintus 13:4-7? Penjabarannya demikian, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”

Kalau kasih itu bisa diterapkan mungkinkah sebuah konflik itu terjadi? Artinya ada perkiraan bahwa, ah, konflik itu hanya menjadi milik orang dunia yang tidak mengenal Tuhan Yesus Kristus dan yang tidak hidup di dalam firman-Nya. Kemudian menganggap kita yang sudah mengalami pertobatan secara otomatis akan selalu hidup seia sekata dengan pasangan kita, atau dengan kata lain bebas konflik? Saya hanya katakan, itu hanyalah mimpi saja. Karena konflik itu muncul di dalam keluarga tanpa pandang bulu, apakah sudah benar-benar di dalam Tuhan atau yang belum.



Alkitab sendiri dari Kejadian sampai kitab Wahyu banyak mencatat tentang peristiwa konflik ini. Kehidupan tokoh-tokoh Alkitab seperti tokoh besar PL yaitu Abraham dan Sara, di dalam keluarga Ishak, dan raja Daud pun juga tidak bisa lepas dari konflik. 

Makanya, apa yang dijabarkan di dalam Alkitab mengenai adanya konflik di dalam keluarga para tokoh tersebut sebenarnya memberi peringatan kepada kita bahwa, keluarga kita yang hidup di jaman modern ini tidak akan bisa lepas dari konflik. Artinya apa? Kejujuran Alkitab nyata memberi gambaran itulah keadaan keluarga manusia. Jadi Alkitab bukan seperti film-film romantis yang memberi gambaran keluarga sterile dari konflik antara suami dan istri.

Dengan jujur juga dr. Lukas yang memberi gambaran betapa hebatnya persekutuan Kristen mula-mula, tapi juga dia jujur dengan mencatat bagaimana rasul Paulus terlibat konflik dengan Barnabas dengan menjelaskan demikian, “Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah..” (Kis 9:46). 

Lukas memberi gambaran adanya konflik itu dengan menggunakan kata “paroxysm” di mana kata itu menjelaskan konflik itu bukanlah konflik biasa, tetapi konflik tersebut menimbulkan kemarahan besar sehingga mereka berpisah. Konflik itu nyata di dalam kehidupan persekutuan Kristen yang pada waktu itu benar-benar persekutuan Kristen yang sesungguhnya.Sekali lagi penjelasan di atas ingin memberi informasi kepada kita bahwa, konflik itu tidak bisa lepas dari kehidupan kita termasuk di dalam kehidupan keluarga kita.  

0 comments