Menurut kamus, egois atau mementingkan diri sendiri bisa diartikan memperhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau berlebihan, mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain.
Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Ya, benar benar alami sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Munculnya rasa mementingkan diri sendiri atau keegoisan ini, dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Kita perhatikan semakin banyak orang yang menjalani hidupnya dengan berpusat pada diri sendiri. Orang yang egois adalah orang yang menjadikan dirinya sebagai pusat, lebih mengutamakan kepentingan dan perasaannya sendiri tapi tidak mempedulikan kepentingan dan perasaan orang lain. Orang egois adalah orang yang dikuasai oleh kepentingan dirinya sendiri, orang yang mementingkan dirinya sendiri. Orang yang mengikuti nilai-nilai egoisme, yang di dalamnya seluruh dunia berputar mengelilingi “aku”. Itulah orang egois.
BACA JUGA:
Aku ini Tak Sempurna, Jadi Toleran Sedikit
Daya Rusak Egois dalam Hubungan
Siapa
yang tidak pernah berpikir semuanya tentang “aku” ketika orang lain
menghalangi langkahnya? Dan ketika kita membandingkan diri kita sendiri
dengan orang-orang lain, ya mungkin memang sampai pada batas tertentu pasti
kita semua adalah orang-orang egois, tetapi bukankah kita mencoba membuat diri
kita sendiri merasa lebih baik, ketika kita mengatakan bahwa ada orang-orang
yang lebih buruk daripada kita sendiri? Apa yang salah dengan memperhatikan
diri sendiri? Toh bukankah baik untuk menjadi orang yang bersemangat, rajin,
dan antusias? Tidak ada salahnya bekerja keras untuk mendapat hidup yang baik
dan untuk bisa melakukan banyak hal. Lalu apa yang salah dengan memperhatikan
diri kita sendiri?
Seperti karena orang tersebut berasal dari keluarga yang serba berkecukupan dan dimanja, sehingga apa yang diinginkan olehnya sejak kecil selalu bisa tercukupi, kemudian bisa jadi orang tersebut berasal dari keluarga sangat kurang kasih sayang atau perhatian. Sehingga akan timbul karakter anak yang tidak mengenal kasih ataupun pengorbanan. Atau bisa saja karena pengaruh lingkungan sekitar, dikelilingi orang-orang yang egois sehingga tumbuhlah sifat egois. Kita ambil contoh sederhana saja bagaimana sifat egois itu yaitu ketika salah satu anggota keluarga menonton acara televisi favoritnya tanpa mau berbagi dengan siapapun.
Memang tidak salah, kalau kita lebih berfokus pada diri sendiri, tanpa memandang
orang lain. Kesalahannya adalah jika kita terlalu berlebihan mementingkan diri
sendiri, sehingga apa yang dinasehatkan orang mengenai kita, kita tidak mau
ambil pusing. Dan hal ini tentunya tidak mempunyai dampak yang baik, karena
akan mengakibatkan orang-orang di sekitar kita untuk menjauh. Tidak ada orang
yang bisa bertahan berada di dekat orang yang egois, karena yang ada dalam
pikiran orang yang bersifat egois hanyalah dirinya, tanpa peduli orang lain.
Sahabat wanita, ada yang mengatakan bahwa musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Karena bisa di lihat, dalam diri manusia terdapat sifat sifat yang buruk. Amarah, dendam, benci adalah contoh sifat manusia yang buruk. Begitu juga dengan egois. Maka sebenarnya mau tidak mau kita secara tidak langsung juga berperang melawan diri sendiri.
Berperang melawan sifat sifat buruk yang timbul secara alami di dalam diri kita. Sifat egois ini bisa berdampak negatif yang selalu hadir didalam hidup kita. Seperti merasa diri selalu benar dan hebat, suka membantah bila dinasehati, tidak suka mendengarkan sesuatu yang baik yang disampaikan, hidup yang amat sangat terlalu bebas tanpa aturan dan larangan, memuaskan diri sendiri, suka merugikan orang lain, tidak perduli dengan orang-orang dan lingkungan disekelilingnya, dan semua hal negatif pada diri kita yang akan hadir dengan jelas.
BACA JUGA:
Ranjang Bisa Menimbulkan Persoalan Besar
Cara-cara Menyelesaikan Konflik Keluarga
Coba kita
pikirkan, bila kita memiliki sifat-sifat negatif seperti itu berarti sifat
egois kita lah yang mengendalikan hidup kita sepenuhnya tanpa kita sadari.
Semuanya menjadi serba tak terkendali dan tak terkontrol, bahkan tak bisa
dihentikan oleh diri kita sendiri maupun orang lain. Yang pada akhirnya akan
berakibat kerugian pada diri sendiri dan orang lain, seperti permusuhan,
pertengkaran, kriminalitas, dan pasti diri kita akan ditinggalkan oleh
orang-orang terdekat dan disekeliling kita.
Nah bila kita tahu hal-hal tersebut tidak pernah ada baiknya, tapi kenapa masih
banyak manusia didunia ini dari dahulu sampai mungkin akhir kehidupan ini tetap
tidak perduli dengan sifat egois yang negatif yang terus mengendalikan diri ini
bahkan membiarkan semua sifat egois yang negatif itu terus hidup dan berkembang
didalam diri kita?
Sahabat
wanita, lalu bagaimana cara menghilangkan sifat egois
- Menjadi pendengar yang baik, berusaha dan belajar
untuk mendengarkan, sekalipun yang dibicarakan tidak menarik tentunya kita
wajib mendengarkan. Cara ini dilakukan untuk melatih sifat menghargai.
- Terbuka terhadap kritik, tidak selamanya
kritik itu menunjukan sesuatu yang negatif. Untuk menjadi lebih baik, kita
wajib menerima dengan lapang dada masukan dan kritikan, toh hasilnya juga
untuk kita.
- Hindari merasa bahwa diri kita yang paling
penting dan paling baik. Perasaan seperti ini amat menggangu dalam
pergaulan, terlebih ketika kita berada di lingkungan baru.
- Bersabar dan meluangkan waktu untuk rileks.
Kita tahu bahwa hanya bersama Yesuslah kita mampu menghilangkan sifat
egois yang ada dalam diri kita. Manusia
tidak mampu menghilangkan egois itu sendiri karena itu karakter turun temurun
yang ada pada diri manusia. Hanya Yesus saja yang dapat menolong, karena Yesus
yang mampu berbuat kasih yang sempurna.
Sesungguhnya Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain, bukan lagi hidup untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri (egois). Mengapa kita tidak boleh menjadi anak Tuhan yang egois atau mementingkan diri sendiri? Karena dari sifat ini akan timbul kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kita tahu bahwa orang yang egois akan melakukan apa saja demi mewujudkan apa yang diinginkan, tidak peduli hal itu menyakiti atau mengorbankan perasaan orang lain. Dan sebagai orang-orang percaya.
Artikel ditulis oleh Monika Oedjoe untuk program Radio Wanita untuk Wanita
BACA JUGA:
Melatih Suami Istri untuk Saling Terbuka
0 comments