Hukum Wanita Bekerja atau Menjadi Ibu Rumah Tangga?


Kenapa wanita harus bekerja? Jawabannya beragam. Terkadang untuk membantu suami di bidang ekonomi. Bagaimana hukum wanita bekerja menurut Alkitab? Atau wanita bekerja karena merasa lebih dihargai ketimbang menjadi ibu rumah tangga.

Kita tahu Allah menciptakan manusia terdiri atas dua jenis, yakni pria dan wanita. Pria dan wanita, tidaklah sama. Mereka masing-masing unik. Mereka diciptakan bukan untuk saling bersaing, tetapi saling melengkapi. 

Baik pria maupun wanita memiliki kesetaraan sebagai gambar Allah yang mulia, namun memiliki peran yang berbeda. Pria menurut naturnya adalah sebagai pemimpin dan wanita sebagai penolong. Hal ini bukan berarti peranan wanita tidak dibutuhkan karena sebagai pelengkap saja, namun juga bukan berarti wanita lebih utama dari pria

Bila mendengar kata ‘wanita’, apa yang terbersit dalam pikiran kita? Cantik, lemah lembut, suka bersolek, keibuan, sensitif, manja, pendamping hidup pria, dan masih banyak lagi. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap mendengar kata ‘wanita’, kita pasti berpikir mengenai seorang ibu. 

Benar, bahwa sebagian besar  wanita pasti akan menjadi seorang ibu rumah tangga. Mereka akan menikah dan mempunyai anak. Berkarir di luar rumah ataupun tidak, bila mereka menikah pasti menjadi seorang ibu rumah tangga.

Wanita memiliki peran ganda di dalam rumah tangga dan di luar rumah. Peranan wanita dalam keluarga meliputi; perannya sebagai istri yang menjadi penolong yang sepadan bagi suaminya, sebagai seorang ibu yang memelihara dan mencukupi kebutuhan jasmani juga kebutuhan rohani anak-anaknya.

Banyak wanita memliki karier sebelum mereka membangun sebuah rumah tangga. Terutama yang tinggal di kota besar, umumnya menunjukkan eksistensi dirinya melalui karir professional. Pendapatan pribadi yang diterima setiap bulan merupakan bentuk kebanggan dan identitas sebagai individu yang mandiri. 

Namun hal ini berbenturan dengan peran lain ketika seorang wanita menikah, apalagi jika sudah memiliki seorang anak. Umumnya dalam kondisi ini, seorang wanita dihadapkan pada dua pilihan besar, yaitu mengabdi sebagai istri  dan ibu di rumah, atau tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan seorang ibu untuk bekerja salah satunya adalah faktor ekonomi. Seorang wanita memang harus bekerja karena benar-benar membutuhkan uang, tidak memiliki suami, suami tidak bekerja, atau penghasilan suami tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor kedua adalah karena prestige dan harga diri.

Banyak wanita yang berpendidikan tinggi dengan gelar sarjana, seorang wanita telah membeli harga diri yang tidak mudah dilecehkan oleh kaum pria. Dengan bekerja seorang wanita dapat membuktikan kesetaraannya dengan kaum pria, bahkan lebih tinggi. 

Di beberapa bagian dunia bahkan menggambarkan bahwa ‘wanita ideal’ adalah wanita yang sukses dalam karier pilihannya, bergaji tinggi, berpenampilan sempurna, dan sangat percaya diri. Sesampainya di rumah masih bisa untuk mengurusi dan mengatasi problematika keluarga. 

Tetapi hanya segelintir wanita yang bisa memenuhi gambaran ideal ini. Faktor berikutnya yang menjadi alasan seorang wanita bekerja adalah mengatasi kejenuhan hidup. Banyak ibu-ibu yang tidak bisa diam dan selalu aktif.  Berada di rumah seharian penuh akan menciptakan kebosanan, kejenuhan dan stress berat. 

Bayangkan saja seorang wanita eksekutif yang selalu  menjinjing handphone, memimpin rapat, mengatur puluhan bahkan ratusan pekerja, tiba-tiba hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat anak. Bagi sebagian orang hal ini dapat menyebabkan kejenuhan.

Banyak wanita menghadapi dilema antara kebutuhan mencari nafkah dan keinginan untuk mengurusi keluarga serta rumah mereka. Banyak orang berpikir bahwa menjadi ibu rumah tangga full-time merupakan hal yang kurang terhormat : seragam daster, kuper, jarang keluar rumah, dll. Hal ini sebenarnya salah besar. 

Kita menjadi ibu rumah tangga full-time bukan karena tidak ada pekerjaan, justru karena pekerjaan yang banyak dan berat sebagai pendidik dan mengurusi rumah membuat kita harus full-time ada di rumah. Hal ini mungkin memang tidak mudah, tetapi semuanya itu harus dihadapi dengan motivasi yang kuat, yaitu untuk melaksanakan tugas tanggung jawab yang Tuhan berikan sebagai ibu rumah tangga.

Pada dasarnya semua kembali kepada masing-masing pribadi. Sebagai orang tua Kristen, kita harus mempunyai pandangan mata yang mengarah pada kekekalan , bukan saja hanya pada batas waktu yang sementara. Kita harus mempertanggungjawabkan iman bukan saja dalam hubungan pribadi dengan Tuhan, tapi juga dalam kaitannya dengan tanggung jawab kita sebagai pendidik yang dipercaya oleh Tuhan. Kita semua telah diberi talenta oleh Tuhan. Talenta bukan hanya bakat, tetapi ‘segala seuatu’ yang dipercayakan oleh Tuhan untuk kita kembangkan, termasuk pelayanan dan anak. 

Jangan takut meninggalkan pekerjaan karena anak, karena anak jauh lebih berharga di mata Tuhan dibandingkan prestasi kerja. Pada intinya, yang menjadi masalah bukanlah ‘kerja’ atau ‘tidak kerja’. Kita semua harus bekerja. Yang menjadi masalah adalah apakah kita memang menyerahkan tugas pengasuhan anak kepada orang lain karena karier yang sebenarnya tidak perlu. 

Apakah pekerjaan kita dapat menghambat perkembangan emosi dan rohani anak-anak kita. Salah besar jika kita menganggap anak menjadi penghambat masa depan kita. Anak adalah masa depan kita. 

Hal terbaik yang kita tanamkan pada anak akan kita tuai di masa yang akan datang. Jelaslah bahwa setiap wanita atau pasangan memiliki keputusan masing-masing dalam kehidupan keluarganya dan tidak ada seorang pun yang boleh menghakimi. 

Beruntung saat ini kita memasuki dunia digital di mana peluang usaha bisa menjadi bagian yang bisa digarap oleh siapapun termasuk wanita. Usaha itu bahkan bisa dilakukan dari rumah sambil melakukan tanggung jawab mengurus keluarga.

Tapi prinsipnya apapun keputusan yang diambil, harus benar-benar dipikirkan dan dipertimbangkan sesuai dengan iman dan tanggung jawab kita sebagai umat Kristus. Tetapi satu hal yang harus kita ingat bahwa “ Tidak ada yang lebih memuaskan daripada menggunakan waktu sebanyak mungkin untuk mengasuh dan mengajar anak-anak kita sendiri sesuai dengan firman Tuhan” (Ulangan 6:7). 

Artikel ditulis oleh Monika Oedjoe untuk program Radio Wanita untuk Wanita

0 comments